Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Dalam Mengendalikan Perilaku Hedonisme - Paper

Contoh Paper - Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Dalam Mengendalikan Perilaku Hedonisme - Abstrak - Perilaku hedonisme yang dapat diartikan sebagai kesenangan hidup semata-mata dan sesutau yang hanya mendatangkan kesusahan, penderitaan, serta sesuatu yang dinilai tidak baik. Dalam upaya untuk mengurangi dan mengendalikan perilaku hidup hedonisme, dengan perilaku tersebut pemerintah melakukan pungutan pajak terhadap Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah dengan dikenakan beban Pajak Penjualan atas Barang Mewah  (PPnBM) merupakan barang yang dibeli oleh orang-orang tertentu dengan penghaslian tinggi. Faktanya sangat berpengaruh dalam mengendalikan perilaku hedonisme dikarenakan adanya pungutan PPnBM. Dengan begitu konsumen ketika ingin mengonsumsi BKP yang tergolong mewah, maka diharuskan juga membayar lebih harga pokok barang tersebut. PPnBM dikenakan oleh pemerintah fungsinya untuk menyimbangkan pembebanan pajak antara konsumen yang pengahasilannya rendah dan yang tinggi.

Kata Kunci : Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Perilaku Hedonisme

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

A. PENDAHULUAN


1. LATAR BELAKANG

      Perkembangan yang pesat dalam semua bidang ilmu dan teknologi yang membawa potensi besar dalam hal merubah gaya hidup manusia. Perubahan gaya hidup seseorang mengikuti zaman, merupakan hal wajar terjadi karena sejatinya setiap orang memiliki keinginan untuk merubah gaya hidup menjadi lebih baik. Tetapi dalam kenyataannya banyak orang justru lebih mengutamakan gaya hidup mengejar kesenangan materi dan berfoya-foya dari pada memikirkan tanggung jawab status yang dimilikinya.

       Dalam kondisi saat ini, kemungkinan akan muncul budaya atau perilaku hidup hedonisme dikarenakan zaman yang semakin maju. Istilah hedonisme menurut Kuswardono (dalam Syafaati 2008) diartikan sebagai faham sebuah aliran filsafat Yunani yang memiliki tujuan menghindari kesengasaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam kehidupan di dunia. Gaya hidup hedonisme saat ini memang merebak pada semua lapisan generasi tanpa pandang bulu. Perilaku orang untuk hidup hedonisme semakin meningkat hingga mampu mengkonsumsi barang-barang tergolong mewah.

       Upaya dalam mengurangi gaya hidup hedonisme, pemerintah disamping melakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

2. RUMUSAN MASALAH


      Menjabarkan latar belakang yang ada di atas, dan dapat merumuskan permasalahan perihal bagaimana Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dalam mengendalikan perilaku hidup hedonisme?


B. PEMBAHASAN


         Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan Bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Pajak berdasarkan UU KUP Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''. 

        Menurut Mardiasmo (2016:3) Pajak merupakan iuran yang dibayarkan oleh rakyat kepada negara yang masuk dalam kas negara yang melaksanakan pada undang-undang serta pelaksanaannya dapat dipaksaaan tanpa adanya balas jasa. Iuran tersebut digunakan oleh negara untuk melakukan pembayaran atas kepentingan umum. untuk melakukan pembayaran atas kepentingan umum. Dan menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, dalam buku Perpajakan Edisi Revisi 2013 (2013:1) menjelaskan Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbul (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

       Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan karena adanya pertambahan nilai suatu barang atau jasa oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyiapkan, menghasilkan dan memperdagangkan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Sementara Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang masuk golongan barang mewah. Pengenaan PPnBM dibebankan pada produsen atau PKP yang menghasilkan atau mengimpor barang mewah. Namun PPnBM pengenaannya dapat terpisah dengan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Berdasarkan karakteristik dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah sebagai berikut:

1. Pengenaan pajak ini hanya satu kali yaitu pada saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada saat impor.
2. PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditannya dengan PPN. Namun demikian, apabila eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, maka PPnBM yang telah dibayar pada saat perolehan dapat diizinkan.
3. Tidak memerhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terus-menerus atau satu kali.
4. Penyerahan BKP yang tergolong mewah tidak memerhatikan apakah suatu bagian dari BKP tersebut telah dikenakan atau tidak dikenakan PPnBM pada transaksi sebelumnya.

       Adapun jenis-jenis barang kena Pajak yang tergolong mewah ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam peraturan pemerintah nomor 145 Tahun 2000, telah diatur kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah yang dikenakan pajak penjualan atas barang mewah selain kendaraan bermotor ditindaklanjuti dengan keputusan menteri keuangan nomor 569/KMK.04/2000. Barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) antara lain :

1. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
2. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
3. Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
4. Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial.

Dalam memori penjelasan pasal 5 UU PPN 2984 ditegaskan bahwa tujuan mengenakan PPnBM disamping PPN adalah:

1. Untuk memperoleh keseimbangan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi.
2. Untuk mengendalikan pola konsumsi BKP yang tergolong mewah.
3. Melindungi produsen kecil atau tradisional.

      Jadi Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ini berpengaruh pada perekonomian Indonesia serta pendapatan Negara. Karena nominal pungutannya cukup besar, tujuannya melindungi pengusaha kecil dan tradisional agara memiliki kesempatan pula dalam memasarkan usahanya. Serta mengatur pola konsumsi, agar terciptanya asas keadilan. Di Indonesia dikenal berbagai jenis pajak, pembagian yang umum dilakukan adalah berdasarkan Lembaga pemungutan . ditinjau dari Lembaga pemungutan, pajak dibedakan menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah yang terbagi menjadi provinsi dan pajak kabupaten/kota. Hali ini, bertujuan untuk menghindari adanya tumpeng tindih kewenangan dalam pemungutan pajak terhadap masyarakat.

      Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) termasuk dalam pajak pusat yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan pembangunan. Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan sesuai dengan daya pikul para wajib pajak. Wajib pajak yang mampu membeli barang mewah dianggap wajib apabila dibebani dengan pajak yang lebih besar. Tarif yang dikenakan dalam PPnBM yang diatur dalam Pasal 8 UU NO.42 tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM. Tarif PPnBM dapat ditetapkan dalam beberapa kelompok, tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen).

       Sedangkan PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang yang tergolong mewah di dalam negeri. Oleh karena itu, barang mewah yang diekspor atau dikonsumsi di luar negeri dikenai PPnBM dengan tarif 0%. PPnBM yang telah dibayar atas perolehan barang mewah yang diekspor tersebut dapat diminta Kembali. Adapun pengenaan tarif barang kena pajak tergolong mewah digolongkan ke dalam beberapa kategori. Tarif 10% (Kendaraan umum kategori tertentu, alat rumah tangga, alat pendingin, hunian mewah, televisi, dan minuman non-alkohol). Tarif 20% (Kendaraan bermotor kategori tertentu, alat fotografi, berbagai jenis permadani, peralatan olahraga impor, dan barang). Tarif 25% (Kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar, misalnya combi, pick up, dan minibus). Tarif 35% (Minuman bebas alkohol, bahan berbahan kulit impor, batu kristal, bus, dan barang pecah belah). 

       Dari penjelasan di atas tentang tarif barang yang dikenakan pajak tergolong mewah ternyata Pemerintah pada tanggal 9 Juli 2015 telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 106/PMK.010/2015 menghapus beberapa barang yang tergolong mewah dengan direvisinya PMK Nomor 130/PMK.011/2013. Adapun beberapa barang mewah yang telah dihapus dan akhirnya tidak dikenai pajak, antara lain: 

1. Alat Elektronik : Kulkas, Water Heater, AC, TV, Kamera, Kompor, Dishwasher, Dryer, Microwave.
2. Alat Olahraga : Alat Pancing, Alat Golf, Alat Selam, Alat Surfing.
3. Alat Musik : Piano, Alat Musik Elektrik.
4. Branded Goods : Wewangian, Saddlery, Harness, Tas, Pakaian, Arloji.
5. Peralatan Rumah dan Kantor : Permadani, Kaca, Kristal, Kursi, Kasur, Lampu, Porselen, Ubin.

       Saat ini, jika anda mempunyai barang-barang yang telah disebutkan di atas maka tidak akan dikenai pajak. Dikarenakan barang-barang tersebut, saat ini sudah susah disebut dengan barang mewah karena perkembangannya yang cepat. Oleh karena itu, nilai barang tersebut akan mengalami penurunan karena semakin banyak jenis dan semakin banyak pula yang memakainya, sehingga sudah tidak dapat diidentifikasi lagi sebagai barang mewah. Selain itu, dihapuskannya PPnBM untuk beberapa barang yang telah disebut di atas juga karena biaya pengawasan pajaknya yang lebih tinggi daripada penerimaan pajak barang tersebut.

      Contoh perhitungan PPN dan PPnBM, Pengusaha Kena Pajak “R” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp10.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%. Penghitungan PPn dan PPnBM yang terutang atas impor barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut adalah :

a. Dasar Pengenaan Pajak = Rp. 5.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 5.000.000,00
        = Rp. 500.000,00
c. PPnBM = 20% x Rp. 5.000.000,00
              = Rp. 1.000.000,00

      Kemudian PKP “R” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%.
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “R” atau dibebankan sebagai biaya. Misalnya PKP “R” menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang adalah :

a. Dasar Pengenaan Pajak = Rp. 50.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 50.000.000,00
        = Rp. 5.000.000,00
c. PPnBM = 35% x Rp. 50.000.000,00
              = RP. 17.500.000,00

PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “R” dan PPN sebesar Rp5.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “R”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “R”.

       Dari contoh perhitungan diatas maka jelas bahwa tujuan dari diadakannya PPnBM adalah untuk mengendalikan perilaku hedonisme masyarakat dalam mengkonsumsi BKP yang tergolong mahal yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, namun dikonsumsi hanya untuk kesenagan semata-mata, kepuasan, dan bahkan hanya untuk sekedar menunjukkan status. PPnBM juga diharapkan dapat melindungi produsen kecil atau tradisional. Pungutan PPnBM, faktanya berpengaruh dalam mengendalikan perilaku hidup hedonisme.

        Dikarenakan dengan diadakannya PPnBM, maka konsumen yang ingin mengkonsumsi BKP yang tergolong mewah, maka harus membayar lebih, disamping membayar harga pokok barang tersebut harus juga membayar PPN 10% dan persen PPnBM yang sesuai dengan kategori barang mewah tersebut. Dengan diadakan PPnBM oleh pemerintah agar menyimbangkan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan tinggi, serta pola hedonisme masyrakat.

C. PENUTUP


      Kesimpulan

Perilaku hedonisme yang dapat diartikan sebagai kesenangan hidup semata-mata dan sesutau yang hanya mendatangkan kesusahan, penderitaan, serta sesuatu yang dinilai tidak baik. Perkembangan yang pesat dalam semua bidang ilmu dan teknologi yang membawa potensi besar dalam hal merubah gaya hidup manusia. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan Bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Pajak berdasarkan UU KUP Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''.

Memperoleh keseimbangan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi. Mengendalikan pola konsumsi BKP yang tergolong mewah. Produsen kecil atau tradisional jadi Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini berpengaruh pada perekonomian Indonesia serta pendapatan Negara. Karena nominal pungutannya cukup besar, tujuannya melindungi pengusaha kecil dan tradisional agara memiliki kesempatan pula dalam memasarkan usahanya. Serta mengatur pola konsumsi, agar terciptanya asas keadilan.


DAFTAR PUSTAKA


Lukitasari Viska, D. T. (2013). STUDI TENTANG GAYA HIDUP HEDONISME PADA MAHASISWA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA ANGKATAN TAHUN 2012-. Diambil kembali dari https://media.neliti.com/media/publications/252175-none-727b4361.doc
Meta, C. (2019, 11). PUNGUTAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM) DALAM MENGENDALIKAN PERILAKU HIDUP KONSUMTIF. Diambil kembali dari Researchgate: https://www.researchgate.net/publication/337085278_PUNGUTAN_PAJAK_PENJUALAN_ATAS_BARANG_MEWAH_PPnBM_DALAM_MENGENDALIKAN_PERILAKU_HIDUP_KONSUMTIF
Niagara, S. R. (2019, 11). PENERAPAN PAJAK ATAS PENJUALAN BARANG MEWAH DI INDONESIA. Diambil kembali dari Researchegate: https://www.researchgate.net/publication/337049599_PENERAPAN_PAJAK_ATAS_PENJUALAN_BARANG_MEWAH_DI_INDONESIA_oleh
Seri PPN dan PPnBM – Cara Menghitung PPN dan PPnBM. (2021, 07 21). Diambil kembali dari Softwarepajak.net: https://www.softwarepajak.net/news/128-seri-ppn-dan-ppnbm-cara-menghitung-ppn-dan-ppnbm/#:~:text=Tarif%20PPnBM%20adalah%20paling%20rendah,0%25%20(nol%20persen).
Utami, N. W. (2018, 07 30). Hal Dasar yang Wajib Anda Ketahui Tentang PPnBM. Diambil kembali dari Klikpajak by mekari: https://klikpajak.id/blog/hal-dasar-tentang-ppnbm/

Penulis: Tsamarah Fikriyah Zahra
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel